PM Anwar Ibrahim Menyoroti Polemik Gus Miftah dan Tukang Es “Ini Contoh Keangkuhan”

    

PM Anwar Ibrahim Menyoroti Polemik Gus Miftah dan Tukang Es “Ini Contoh Keangkuhan”


    Kasus Gus Miftah, seorang pendakwah sekaligus Utusan Khusus Presiden RI, yang viral karena komentarnya terhadap pedagang es teh dalam sebuah acara pengajian, kini menjadi perhatian tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara tetangga, Malaysia. Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, ikut memberikan tanggapan, menyebut insiden tersebut sebagai contoh "keangkuhan yang tidak sesuai dengan nilai seorang pemimpin agama".

Awal Mula Kontroversi

Video yang memperlihatkan Gus Miftah menggunakan kata kasar terhadap seorang pedagang es teh dalam pengajiannya memancing emosi publik. Ketika pedagang tersebut berdiri di antara jamaah sambil menjajakan dagangan, Gus Miftah dengan nada bercanda mengatakan, “Es tehmu sih akeh (masih banyak)? Ya sana jual goblk Candaan ini diiringi dengan tambahan bahwa jika dagangannya tidak laku, itu adalah "takdir".

Reaksi dari pedagang, yang tampak menahan perasaan dengan menghela napas panjang, membuat banyak orang tersentuh. Warganet menilai sikap Gus Miftah tidak mencerminkan keadaban seorang tokoh agama.

Pandangan PM Anwar Ibrahim

Dalam komentarnya, Anwar Ibrahim menilai kejadian ini sebagai perwujudan sikap yang kurang pantas, apalagi dari seorang pemimpin agama. Ia mengatakan, "Pemimpin agama harus menjadi contoh dalam kesederhanaan, kebijaksanaan, dan empati, bukan keangkuhan." Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya kritik terhadap figur publik yang dinilai tidak menjaga perilaku mereka di ruang publik.

Anwar Ibrahim, yang dikenal dengan pendekatan kepemimpinannya yang humanis, juga menekankan pentingnya menghormati semua profesi, termasuk pedagang kecil. "Menghina pekerjaan orang lain, terutama mereka yang berjuang mencari nafkah, adalah bentuk sikap tidak beradab yang tidak dapat dibenarkan," ujar Anwar dalam sebuah wawancara baru-baru ini.

Respons Masyarakat dan Tokoh Lain

Kasus ini memicu diskusi luas di media sosial dan masyarakat umum. Sebagian besar kritik mengarah pada kurangnya empati dalam komentar Gus Miftah. Banyak yang mengingatkan bahwa dalam Islam, menjaga lisan adalah salah satu ajaran utama, terutama bagi mereka yang menjadi panutan.

Beberapa tokoh agama di Indonesia pun ikut berkomentar, mengimbau Gus Miftah untuk meminta maaf secara tulus kepada pedagang tersebut. Namun, ada juga yang membela Gus Miftah dengan alasan bahwa gaya komunikasinya memang sering bercanda, meski kali ini dianggap kelewatan oleh banyak pihak.

Pelajaran dari Insiden Ini

Insiden ini membawa beberapa pelajaran penting, terutama mengenai adab dalam berkomunikasi. Sebagai seorang tokoh agama, tanggung jawab Gus Miftah tidak hanya menyampaikan dakwah, tetapi juga menunjukkan sikap hormat dan kasih sayang kepada semua kalangan. Dalam konteks masyarakat digital, di mana setiap tindakan publik dapat dengan mudah direkam dan disebarluaskan, menjaga sikap menjadi lebih penting.

Komentar dari PM Anwar Ibrahim juga menjadi pengingat bahwa penghormatan kepada orang lain, terutama mereka yang bekerja keras untuk mencari nafkah, adalah cerminan dari jiwa yang beradab. Dalam budaya Asia Tenggara yang menjunjung tinggi nilai kesederhanaan dan empati, kejadian ini memicu refleksi lebih luas tentang bagaimana tokoh publik seharusnya bersikap.



Kasus Gus Miftah dan tukang es teh ini adalah pengingat bahwa setiap individu, terutama mereka yang berada di panggung publik, harus berhati-hati dalam bertindak dan berbicara. Komentar PM Anwar Ibrahim menegaskan bahwa pemimpin agama atau tokoh masyarakat memiliki tanggung jawab moral untuk menunjukkan perilaku yang patut dicontoh. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, untuk lebih menghargai sesama tanpa memandang status sosial atau pekerjaan.

Post a Comment

0 Comments