Kisah Hijrah ke Habasyah Pertolongan Raja Najasyi
Hijrah ke Habasyah adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam. Di masa awal dakwah Nabi Muhammad ï·º, para sahabat mengalami tekanan yang luar biasa dari kaum Quraisy di Mekah. Tekanan ini tidak hanya berupa hinaan, tetapi juga siksaan fisik yang seringkali tak manusiawi. Dalam kondisi seperti ini, Nabi Muhammad ï·º mencari solusi untuk melindungi para pengikutnya. Salah satu jalan keluar yang dipilih adalah hijrah ke Habasyah, sebuah kerajaan di Afrika yang dikenal dengan nama modernnya, Ethiopia.
Habasyah saat itu dipimpin oleh seorang raja bernama Najasyi, yang terkenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana. Peristiwa hijrah ini menjadi contoh penting tentang perlindungan terhadap hak asasi manusia dan toleransi antarumat beragama.
Latar Belakang Hijrah ke Habasyah
Sejak Nabi Muhammad ï·º mulai berdakwah di Mekah, Islam mendapat perlawanan keras dari kaum Quraisy. Para pemuka Quraisy seperti Abu Lahab, Abu Jahal, dan Utbah bin Rabi’ah menganggap ajaran Islam sebagai ancaman terhadap kekuasaan, tradisi, dan kepercayaan mereka. Akibatnya, mereka melancarkan berbagai cara untuk menghentikan penyebaran Islam, mulai dari ancaman verbal hingga penganiayaan fisik terhadap para pengikut Nabi ï·º.
Para sahabat yang berasal dari kalangan lemah seperti budak atau mereka yang tidak memiliki pelindung, menjadi target utama penganiayaan. Contohnya adalah Bilal bin Rabah yang disiksa di tengah terik matahari dengan batu besar di dadanya, hingga keluarga Ammar bin Yasir yang mengalami kekejaman tanpa belas kasihan. Melihat penderitaan ini, Nabi Muhammad ï·º merasa perlu mengambil langkah strategis untuk menyelamatkan para sahabatnya.
Di tengah situasi sulit ini, Nabi ï·º mendengar kabar tentang Raja Najasyi di Habasyah yang terkenal adil. Nabi ï·º kemudian memberikan izin kepada sebagian sahabat untuk hijrah ke sana demi keselamatan mereka.
Gelombang Pertama Hijrah ke Habasyah
Hijrah pertama ke Habasyah terjadi pada tahun ke-5 kenabian (sekitar tahun 615 M). Sebanyak 11 pria dan 4 wanita, termasuk Utsman bin Affan dan istrinya, Ruqayyah binti Muhammad, berangkat menuju Habasyah. Nabi Muhammad ï·º sendiri tidak ikut serta, karena beliau tetap berada di Mekah untuk melanjutkan dakwah.
Para sahabat ini menempuh perjalanan panjang menuju pesisir Laut Merah dan akhirnya menyeberang ke Habasyah. Di sana, mereka disambut dengan baik oleh Raja Najasyi. Sang raja memberikan izin kepada mereka untuk tinggal di negerinya dengan aman.
Hijrah gelombang pertama ini memberikan rasa lega bagi kaum Muslim yang selama ini didera tekanan berat di Mekah. Namun, berita tentang hijrah ini sampai ke telinga kaum Quraisy. Mereka tidak tinggal diam dan segera merencanakan cara untuk memaksa sahabat kembali ke Mekah.
Gelombang Kedua Hijrah ke Habasyah
Setelah mengetahui bahwa kaum Muslim mendapat perlindungan di Habasyah, Quraisy semakin meningkatkan tekanan terhadap mereka yang masih tinggal di Mekah. Hal ini memicu hijrah gelombang kedua, yang melibatkan lebih banyak orang. Kali ini, sekitar 83 pria dan 18 wanita memutuskan untuk berhijrah ke Habasyah.
Para sahabat ini disambut kembali oleh Raja Najasyi dengan tangan terbuka. Mereka merasa aman dan nyaman berada di bawah perlindungan sang raja. Namun, Quraisy tak tinggal diam. Mereka mengirimkan dua utusan, Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah, untuk menemui Raja Najasyi dan membujuknya agar mengusir kaum Muslim dari Habasyah.
Pertemuan dengan Raja Najasyi
Ketika utusan Quraisy tiba di Habasyah, mereka membawa berbagai hadiah mewah untuk Raja Najasyi dan para pembesarnya. Mereka memanfaatkan diplomasi ini untuk memengaruhi keputusan sang raja. Amr bin Ash, yang dikenal sebagai seorang diplomat ulung, berkata kepada Raja Najasyi:
“Wahai Raja, ada sekelompok orang dari negeri kami yang meninggalkan agama nenek moyang mereka. Mereka tidak memeluk agama Anda, juga tidak mengikuti agama kami. Mereka membawa ajaran baru yang tidak kami kenal. Kami meminta Anda untuk mengembalikan mereka kepada kami, karena kami lebih tahu tentang mereka dan apa yang mereka lakukan.”
Raja Najasyi, yang terkenal adil, tidak langsung menerima permintaan itu. Beliau ingin mendengar langsung dari kaum Muslim tentang ajaran yang mereka bawa. Najasyi memanggil para sahabat untuk hadir di istananya.
Ja’far bin Abi Thalib dan Pembelaannya
Ja’far bin Abi Thalib, sepupu Nabi Muhammad ï·º, ditunjuk sebagai juru bicara kaum Muslim. Dengan penuh keyakinan, Ja’far menjelaskan kepada Raja Najasyi tentang keadaan mereka sebelum Islam dan bagaimana Islam telah mengubah hidup mereka. Dia berkata:
“Wahai Raja, kami dulunya adalah kaum yang hidup dalam kebodohan. Kami menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan kezaliman, memutuskan silaturahmi, dan tidak menghormati tetangga. Kemudian Allah mengutus kepada kami seorang rasul dari kalangan kami sendiri, yang kami kenal kejujuran, amanah, dan kebaikannya. Dia mengajak kami untuk menyembah Allah Yang Maha Esa, meninggalkan penyembahan berhala, berkata jujur, menunaikan amanah, dan berbuat baik kepada sesama.”
Setelah itu, Ja’far membacakan beberapa ayat dari Surah Maryam yang menceritakan kisah Nabi Isa (Yesus) dan Maryam (Maria). Mendengar bacaan ini, Raja Najasyi terharu hingga meneteskan air mata.
Najasyi berkata:
“Apa yang kalian baca dan apa yang diajarkan Isa berasal dari sumber yang sama. Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan kalian kepada mereka.”
Raja Najasyi kemudian menolak permintaan utusan Quraisy dan memutuskan untuk melindungi kaum Muslim di bawah naungannya.
Makna dan Hikmah Hijrah ke Habasyah
Kisah hijrah ke Habasyah memberikan banyak pelajaran berharga, antara lain:
-
Pentingnya Toleransi Beragama
Raja Najasyi menjadi contoh nyata tentang bagaimana pemimpin yang adil seharusnya bertindak. Meskipun beliau memeluk agama Nasrani, beliau tetap memberikan perlindungan kepada kaum Muslim yang berbeda keyakinan dengannya. -
Keberanian dalam Berdakwah
Ja’far bin Abi Thalib menunjukkan keberanian dan kebijaksanaan dalam menyampaikan ajaran Islam. Dia tidak hanya berbicara dengan penuh keyakinan, tetapi juga menggunakan pendekatan yang santun dan bijak. -
Keadilan Sebagai Pilar Kepemimpinan
Raja Najasyi menunjukkan bahwa keadilan adalah prinsip utama dalam memimpin. Beliau tidak terpengaruh oleh tekanan atau bujukan Quraisy, melainkan mendengar kedua belah pihak sebelum mengambil keputusan. -
Persaudaraan Antarumat Beragama
Kisah ini juga menjadi bukti bahwa perbedaan agama tidak harus menjadi penghalang untuk hidup berdampingan secara damai.
Akhir Kisah Raja Najasyi
Raja Najasyi dikenal sebagai salah satu tokoh yang mendukung Islam di masa awal. Di kemudian hari, beliau memeluk Islam setelah mendengar lebih banyak tentang ajaran Nabi Muhammad ï·º. Ketika Raja Najasyi wafat, Nabi Muhammad ï·º melaksanakan salat gaib untuk mendoakannya, sebagai bentuk penghormatan terhadap jasanya dalam melindungi kaum Muslim.
Hijrah ke Habasyah adalah salah satu babak penting dalam sejarah Islam yang menunjukkan bagaimana keadilan, toleransi, dan keberanian dapat membawa perubahan besar. Kisah ini tetap relevan hingga hari ini, menjadi inspirasi bagi umat manusia untuk hidup dalam harmoni dan saling menghormati, tanpa memandang perbedaan keyakinan.
0 Comments