Manhaj ahlu sunnah wal jama'ah






 Sejarah aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah bermula sejak awal munculnya Islam pada abad ke-7 Masehi. Pada masa itu, umat Islam mengikuti ajaran yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ï·º secara langsung. Aqidah ini kemudian diperkuat dan dikembangkan oleh para sahabat beliau, yang menjadi sumber utama ajaran Ahlus Sunnah wal Jamaah.


Setelah wafatnya Nabi Muhammad ï·º, muncul periode khulafa ar-rasyidin (para khalifah yang diperintah dengan benar), yang terdiri dari Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka dan para sahabat yang lain memainkan peran penting dalam pengembangan dan penyebaran aqidah ini.


Pada periode setelah itu, terutama selama masa kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah, terjadi pengembangan pemikiran dan diskusi yang lebih mendalam tentang aqidah. Tokoh-tokoh ulama seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal menjadi pusat pemikiran dan penyebaran aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Mereka menyusun prinsip-prinsip aqidah dalam karya tulisnya, seperti kitab-kitab fikih dan hadis.


Selama berabad-abad, aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah terus berkembang dan diwariskan melalui lembaga-lembaga pendidikan Islam, termasuk madrasah, pesantren, dan universitas Islam. Keyakinan ini menjadi salah satu pijakan utama dalam pemahaman dan praktik agama Islam bagi jutaan umat Muslim di seluruh dunia.

keimanan kepada Allah. Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah mengajarkan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berdaulat, tidak ada sekutu bagi-Nya. Mereka meyakini bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang sempurna, seperti kebijaksanaan, kekuasaan, keadilan, dan keesaan. Ahlus Sunnah wal Jamaah juga meyakini bahwa Allah bersifat transenden, artinya Dia tidak terbatas oleh waktu, tempat, atau dimensi fisik. Kepahaman ini berasal dari Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad ï·º serta diwarisi dari para sahabat dan ulama-ulama salaf yang saleh.

Post a Comment

0 Comments